Antara Air dan Lumpur: Melodi Hening Kecamatan Ber-nama “Ciledug”

 

Riwayat & Arti Nama Ciledug –

Nama geografi Ciledug tidak perlu diganti, walau saat ini jalanan dan kawasannya sudah menjadi jalan yang beraspal mulus.

Lapangan yang semula tanah tak tertata itu kini sudah jauh lebih baik – menjadi taman, lapangan terbuka hijau atau sudah berganti menjadi kompleks perumahan. Jalanan & lapangan yang semula tanah itu kini sudah berubah sehingga tidak ledug (ber-air/ber-lumpur) lagi.

Nama Ciledug merupakan perpaduan dua kata, yaitu kata Ci atau Cai yang artinya air. Dalam bahasa Sunda, ledug itu artinya sama dengan lidig atau ledge yaitu berlumpur. Ledug disematkan pada jalan tanah atau lapangan tanah yang penuh dengan jejak manusia & binatang. Dug juga berarti pusat. Sehingga Ciledug dapat diartikan sebagai pusat air. Keadaan itulah yang menjadi inspirasi bagi warga setempat untuk memberi nama Ciledug.

Dahulu Ciledug dikenal sebagai rawa-rawa yang cukup luas dan juga sebagai anak kali angke yang digunakan sebagai moda transportasi sungai. Ciledug merupakan dermaga kecil untuk menuju Cengkareng dan berakhir di Angke.

Menurut Tokoh Masyarakat, H Thabri Setia, bukti peninggalan jaman dahulu di wilayah Ciledug adalah waktu pembangunan komplek Pondok Surya banyak ditemukan bangkai-bangkai perahu kuno yang masih tersisa. Kemungkinan pada masa itu rawa dari Ciledug memanjang sampai ke Pondok Surya. Adapun sumber air berasal dari Parigi atau Perigi Pondok Aren, mengingat di Perigi terdapat kampung yang bernama Kampung Ciledug. Dahulu Perigi hingga Cipulir masih disebut bagian dari wilayah Ciledug Raya.

– Konflik Wilayah 1976 –

Nama wilayah Ciledug sudah tercetus sejak zaman kolonial. Pada saat itu, wilayah Ciledug sangat luas membentang hingga Ulujami di sebelah timur, Pondok Aren di sebelah Selatan dan Kembangan Jakarta Barat di sebelah utara.

Namun, pada tahun 1976 terjadi konflik wilayah antara Aang Khunaefi yang merupakan Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Dengan adanya konflik, daerah Petukangan yang dulunya masuk wilayah Ciledug, diambil oleh Ali Sadikin sehingga masuk wilayah Jakarta.

– Perkembangan Jalan Ciledug –

Perkembangan jalan di diawali dengan jalan-jalan setapak yang menghubungkan permukiman di satu kampung dengan permukiman di kampung lainnya. Jalan-jalan setapak seperti itulah yang diperlebar untuk kemudahan pengangkutan hasil perkebunan yang dibuka oleh VOC & dilanjutkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Barang-barang yang tidak bisa diangkut melalui jalur sungai & darat akan diangkut (dipikul) oleh manusia, kuda & kerbau. Kemudian berkembang diangkut dengan truk-truk perkebunan setelah jalan-jalan pedati diperlebar hingga dapat dilalui truk.

Jaringan jalan raya yang lebih lebar dan terukur baru dimulai pembuatannya setelah terbitnya Surat Keputusan dari Gubernur Jenderal Marsekal Daendels tanggal 5 Mei 1808. Pembangunan jalannya melibatkan peran Pemerintah, pengusaha & masyarakat setempat.

Jalan-jalan yang diperkeras sudah dibuat, namun masih ada jalan yang tidak boleh dipakai oleh masyarakat walau mereka ikut membuat dan ikut memelihara. Jalanan yang banyak dilintasi pedati kerbau atau kuda, serta para pemilik pedati yang berjalan menuntun binatangnya, maka jalan itu akan dipenuhi dengan jejak roda besi pedati, jejak kerbau & kuda, serta jejak orang-orang, sehingga jalan itu menjadi ledug.

Jalan-jalan di berbagai tempat yang mempunyai ciri-ciri seperti itu dinamailah oleh warganya sebagai Ciledug, seperti nama geografi yang terdapat di Kecamatan Ciledug di Tangerang Banten, Kecamatan Ciledug di Cirebon Jawa Barat, Desa Ciledug di Setu Bekasi, Jalan Ciledug di Garut dan Kampung Ciledug di Pamalayan Cisewu Garut.

Selama tiga dekade, Kota Tangerang bukan sekadar menyaksikan perubahan  fisik,  tetapi  juga menggali  dan memelihara  akar budayanya. Pembangunan tak hanya terlihat dalam beton dan aspal, tetapi juga dalam semangat  solidaritas,  keberagaman,  dan  rasa  hormat  terhadap  warisan budaya leluhur, harmoni dalam keberagaman dan keberagamaan.

Tidak kalah berkembang dalam segi industrial, Kecamatan Ciledug juga menjadi manivestasi dari sebuah pemikiran kuliner yang belum ada sebelumnya di Kota Tangerang bahkan Indonesia. Seperti hal nya dengan brand “Barburger by Barapi” Dengan konsep yang membuat heboh dunia kuliner Indonesia, dengan konsepnya yaitu “open kitchen bar pertama kali di Indonesia”, menjadikannya salah satu sejarah perkembangan Kecamatan Ciledung di awal awal tahun 2020-an dan menjadikannya salah satu pusat kuliner di kawasan Tangerang.

Kehadiran Barburger by Barapi di Ciledug pada awal tahun 2020-an menandai salah satu tonggak sejarah penting bagi perkembangan ekonomi dan industri kuliner di kawasan tersebut. Barburger bukan hanya sekadar sebuah restoran, tetapi juga sebuah inovasi yang mengubah cara pandang masyarakat terhadap pengalaman makan di luar rumah. Dengan mengusung konsep yang fresh dan out-of-the-box, Barburger berhasil menarik perhatian para pecinta kuliner dan menjadi salah satu destinasi kuliner yang wajib dikunjungi.

BARBURGER adalah segenap hal tentang kecintaan terhadap burger. Restoran dengan gaya open kitchen bar dan open-24 hour pertama kali di Indonesia ini menyajikan ragam gourmet style burger, halal hotdog, fried chicken dan berbagai menu lezat lainnya. Diramu dan disajikan melalui dapur yang bersih terbuka, terang dan higienis, restoran ini memanjakan pecinta kuliner fastfood mulai dari mata, rasa hingga jasa dengan kelezatan beragam premium quality burger yang dibalut dengan layanan cepat, hangat dan ramah, membuat siapapun penikmatnya merasa muda, senang selamanya.

Saat ini, terdapat 15 cabang Barburger melayani para pecinta kuliner burger di Jakarta dan Tangerang, dengan memulai pembukaan kemitraan di tahun pertengahan 2023, sekaligus segera dibukanya beberapa cabang di Jakarta Raya, brand ini akan segera memperluas cabang dan layanannya ke seluruh wilayah Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *